Pertanyaan
Bagaimana Hukum Menghadiahkan Bacaan Dzikir Untuk Orang Yang Sudah Meninggal
Bagaimana Hukum Menghadiahkan Bacaan Dzikir
Untuk Orang Yang Sudah Meninggal
www.santrione.com
Jawab
Untuk membahas masalah ini secara lebih mendalam, akan diulas terlebih dahulu pokok masalah utamanya dari berbagai dalil & pandangan ulama, yaitu mengenai mengirim Pahala baca'an al-Qur'an kepada orang yg telah meninggal.
Masalah ini merupakan ranah khilafiyah para 'Ulama' sejak dahulu, oleh karenanya al-Hafidz Jalaluddin al-Suyuthi mengawali bab tentang masalah ini dgn redaksi sebagai berikut:
ﺍُﺧْﺘُﻠِﻒَ ﻓِﻲ ﻭُﺻُﻮْﻝِ ﺛَﻮَﺍﺏِ ﺍﻟْﻘِﺮَﺍﺀَﺓِ ﻟِﻠْﻤَﻴِّﺖِ ﻓَﺠُﻤْﻬُﻮْﺭُ ﺍﻟﺴَّﻠَﻒِ ﻭَﺍْﻷَﺋِﻤَّﺔِ ﺍﻟﺜَّﻼَﺛَﺔِ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻮُﺻُﻮْﻝِ ( ﺷﺮﺡ ﺍﻟﺼﺪﻭﺭ ﺑﺸﺮﺡ ﺣﺎﻝ ﺍﻟﻤﻮﺗﻰ ﻭﺍﻟﻘﺒﻮﺭ ﻟﻠﺤﺎﻓﻆ ﺟﻼﻝ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺍﻟﺴﻴﻮﻃﻲ 1 / 302 ).
"Telah terjadi perbeda'an pendapat diantara para 'Ulama' mengenai sampainya Pahala baca'an al-Qur'an kepada orang yg telah meninggal.
Menurut mayoritas 'ulama' Salaf & ulama tiga Madzhab (Hanafi, Maliki & Hanbali) menyatakan bisa sampai kepada orang yg telah wafat, (Syarh al-Shudur I/203).
Pendapat mayoritas 'ulama' ini didukung oleh Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Iqtidla' al-Shirat al-Mustaqim II/261:
ﺍِﻥَّ ﺛَﻮَﺍﺏَ ﺍﻟْﻌِﺒَﺎﺩَﺍﺕِ ﺍﻟْﺒَﺪَﻧِﻴَّﺔِ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓِ ﻭَﺍﻟْﻘِﺮَﺍﺀَﺓِ ﻭَﻏَﻴْﺮِﻫِﻤَﺎ ﻳَﺼِﻞُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﻛَﻤَﺎ ﻳَﺼِﻞُ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﺛَﻮَﺍﺏُ ﺍﻟْﻌِﺒَﺎﺩَﺍﺕِ ﺍﻟْﻤَﺎﻟِﻴَّﺔِ ﺑِﺎْﻹِﺟْﻤَﺎﻉِ ﻭَﻫَﺬَﺍ ﻣَﺬْﻫَﺐُ ﺃَﺑِﻲ ﺣَﻨِﻴْﻔَﺔَ ﻭَﺃَﺣْﻤَﺪَ ﻭَﻏَﻴْﺮِﻫِﻤَﺎ ﻭَﻗَﻮْﻝُ ﻃَﺎﺋِﻔَﺔٍ ﻣِﻦْ ﺃَﺻْﺤَﺎﺏِ ﺍﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻲ ﻭَﻣَﺎﻟِﻚٍ ﻭَﻫُﻮَ ﺍﻟﺼَّﻮَﺍﺏُ ِﻷَﺩِﻟَّﺔٍ ﻛَﺜِﻴْﺮَﺓٍ ﺫَﻛَﺮْﻧَﺎﻫَﺎ ﻓِﻲ ﻏَﻴْﺮِ ﻫَﺬَﺍ ﺍﻟْﻤَﻮْﺿِﻊِ ( ﺍﻗﺘﻀﺎﺀ ﺍﻟﺼﺮﺍﻁ ﺍﻟﻤﺴﺘﻘﻴﻢ ﻻﺑﻦ ﺗﻴﻤﻴﺔ 2 / 261 ).
"Sesungguhnya Pahala ibadah secara fisik seperti salat, membaca al-Qur'an & lainnya, bisa sampai kepada mayit sebagaimana ibadah yg bersifat harta secara Ijma'.
Ini adalah pendapat Abu Hanifah, Ahmad, kelompok ulama Syafi'iyah & Malikiyah.
Ini adalah yg benar berdasarkan dalil² yg banyak, yg kami jelaskan di lain kitab ini, (dijelaskan oleh Ibnu Taimiyah dalam kitab Majmu' al-Fatawa 24/306-313)".
Banyak pihak yg kemudian menghantam warga NU yg mayoritas mengikuti madzhab Syafi'i, bahwa menurut mereka Imam Syafi'i berpendapat tdk dapat sampainya baca'an yg dihadiahkan kepada orang yg telah meninggal.
Mereka umumnya mengutip pernyata'an dari Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya.
Karena mereka di luar pengikut Imam Syafi'i, maka sudah jelas mereka tdk memahaminya secara mendalam.
Disini saya paparkan terlebih dahulu pernyataan dari para ulama Syafi'iyah terkait anjuran membaca al-Qur'an di kuburan, yg sudah pasti orang yg meninggal dapat merasakan manfaat dari baca'an tersebut, kemudian saya paparkan pula kesepakatan para 'ulama dalam masalah mengirimkan Pahala ini.
Dalil membaca al-Qur'an di kuburan adalah:
ﻋَﻦِ ﺍﺑْﻦِ ﻋُﻤَﺮَ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ ﻗَﺎﻝَ ﺳَﻤِﻌْﺖُ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻳَﻘُﻮْﻝُ ﺇِﺫَﺍ ﻣَﺎﺕَ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﻓَﻼَ ﺗَﺤْﺒِﺴُﻮْﻩُ ﻭَﺃَﺳْﺮِﻋُﻮْﺍ ﺑِﻪِ ﺇِﻟَﻰ ﻗَﺒْﺮِﻩِ ﻭَﻟْﻴُﻘْﺮَﺃْ ﻋِﻨْﺪَ ﺭَﺃْﺳِﻪِ ﺑِﻔَﺎﺗِﺤَﺔِ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏِ ﻭَﻋِﻨْﺪَ ﺭِﺟْﻠَﻴْﻪِ ﺑِﺨَﺎﺗِﻤَﺔِ ﺳُﻮْﺭَﺓِ ﺍﻟْﺒَﻘَﺮَﺓِ ﻓِﻲ ﻗَﺒْﺮِﻩِ ( ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﻄﺒﺮﺍﻧﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﻜﺒﻴﺮ ﺭﻗﻢ 13613 ﻭﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﺸﻌﺐ ﺭﻗﻢ 9294 ﻭﺗﺎﺭﻳﺦ ﻳﺤﻲ ﺑﻦ ﻣﻌﻴﻦ 4 / 449).
"Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata: "Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda: "Jika diantara kalian ada yg meninggal, maka janganlah diakhirkan, segeralah dimakamkan. & hendaklah di dekat kepalanya dibacakan pembukaan al-Qur'an (Surat al-Fatihah) & dekat kakinya dgn penutup surat al-Baqarah di kuburnya" (HR Ath-Thabrani dalam al-Kabir No 13613, al-Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman No 9294, & Tarikh Yahya bin Main 4/449)
Al-Hafidz Ibnu Hajar memberi penilaian pada hadits tersebut:
ﻓَﻼَ ﺗَﺤْﺒِﺴُﻮْﻩُ ﻭَﺃَﺳْﺮِﻋُﻮْﺍ ﺑِﻪِ ﺇِﻟَﻰ ﻗَﺒْﺮِﻩِ ﺃَﺧْﺮَﺟَﻪُ ﺍﻟﻄَّﺒْﺮَﺍﻧِﻲ ﺑِﺈِﺳْﻨَﺎﺩٍ ﺣَﺴَﻦٍ ( ﻓﺘﺢ ﺍﻟﺒﺎﺭﻱ ﻻﺑﻦ ﺣﺠﺮ 3 / 184 ).
"HR al-Thabrani dgn sanad yg hasan" (Fath al-Bari III/184).
Imam An-Nawawi mengutip kesepakatan 'ulama Syafi'iyah tentang membaca al-Qur'an di kuburan:
ﻭَﻳُﺴْﺘَﺤَﺐُّ ( ﻟِﻠﺰَّﺍﺋِﺮِ ) ﺍَﻥْ ﻳَﻘْﺮَﺃَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥِ ﻣَﺎ ﺗَﻴَﺴَّﺮَ ﻭَﻳَﺪْﻋُﻮَ ﻟَﻬُﻢْ ﻋَﻘِﺒَﻬَﺎ ﻧَﺺَّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻲُّ ﻭَﺍﺗَّﻔَﻖَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍْﻻَﺻْﺤَﺎﺏُ ( ﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻉ ﺷﺮﺡ ﺍﻟﻤﻬﺬﺏ ﻟﻠﺸﻴﺦ ﺍﻟﻨﻮﻭﻱ 5 / 311 ).
"Dan dianjurkan bagi peziarah untuk membaca al-Qur'an sesuai kemampuannya & mendo'akan ahli kubur setelah membaca al-Qur'an.
Hal ini dijelaskan oleh Asy-Syafi'i & disepakati oleh 'ulama Syafi'iyah, (al-Nawawi, al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab V/311).
Di bagian lain Imam Nawawi juga berkata:
ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻲ ﻭَﺍْﻷَﺻْﺤَﺎﺏُ ﻳُﺴْﺘَﺤَﺐُّ ﺃَﻥْ ﻳَﻘْﺮَﺅُﻭْﺍ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﻘُﺮْﺁﻥِ ﻗَﺎﻟُﻮْﺍ ﻓَﺈِﻥْ ﺧَﺘَﻤُﻮْﺍ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥَ ﻛُﻠَّﻪُ ﻛَﺎﻥَ ﺣَﺴَﻨًﺎ ( ﺍﻷﺫﻛﺎﺭ ﺍﻟﻨﻮﻭﻳﺔ 1 / 162 ﻭﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻉ ﻟﻠﺸﻴﺦ ﺍﻟﻨﻮﻭﻱ 5 / 294 ).
"Imam Syafi'i & ulama Syafi'iyah berkata: Disunahkan membaca sebagian dari al-Qur'an di dekat kuburnya. Mereka berkata: Jika mereka mengkhatamkan al-Qur'an keseluruhan, maka hal itu dinilai bagus, (al-Adzkar I/162 dan al-Majmu' V/294),
Murid Imam Syafi'i yg juga kodifikator Qaul Qadim, al-Za'farani, berkata:
ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﺤَﺴَﻦُ ﺑْﻦُ ﺍﻟﺼَّﺒَّﺎﺡُ ﺍﻟﺰَّﻋْﻔَﺮَﺍﻧِﻲ ﺳَﺄَﻟْﺖُ ﺍﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻲَّ ﻋَﻦِ ﺍْﻟﻘِﺮَﺍﺀَﺓِ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟْﻘَﺒْﺮِ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻻَ ﺑَﺄْﺱَ ﺑِﻬَﺎ ( ﺍﻟﺮﻭﺡ ﻻﺑﻦ ﺍﻟﻘﻴﻢ 1 / 11 ).
"Al-Za'farani (perawi Imam Syafi'i dalam Qaul Qadim) bertanya kepada Imam Syafii tentang membaca al-Qur'an di kuburan. Beliau menjawab: "Tidak apa²" (al-Ruh, Ibnu Qoyyim, I/11).
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengomentari riwayat al-Za'farani dari Imam Syafi'i ini:
ﻭَﻫَﺬَﺍ ﻧَﺺٌّ ﻏَﺮِﻳْﺐٌ ﻋَﻦِ ﺍﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻲ ﻭَﺍﻟﺰَّﻋْﻔَﺮَﺍﻧِﻲ ﻣِﻦْ ﺭُﻭَﺍﺓِ ﺍﻟْﻘَﺪِﻳْﻢِ ﻭَﻫُﻮَ ﺛِﻘَﺔٌ ﻭَﺇِﺫَﺍ ﻟَﻢْ ﻳَﺮِﺩْ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺠَﺪِﻳْﺪِ ﻣَﺎ ﻳُﺨَﺎﻟِﻒُ ﻣَﻨْﺼُﻮْﺹَ ﺍﻟْﻘَﺪِﻳْﻢِ ﻓَﻬُﻮَ ﻣَﻌْﻤُﻮْﻝٌ ﺑِﻪِ ( ﺍﻹﻣﺘﺎﻉ ﺑﺎﻷﺭﺑﻌﻴﻦ ﺍﻟﻤﺘﺒﺎﻳﻨﺔ ﺍﻟﺴﻤﺎﻉ ﻟﻠﺤﺎﻓﻆ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﻠﻲ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﻠﻲ ﺑﻦ ﺣﺠﺮ ﺍﻟﻌﺴﻘﻼﻧﻲ 1 / 85 ).
"Ini penjelasan yg asing dari al-Syafi'i. Al-Za'farani adalah perawi Qaul Qadim, ia orang terpercaya. & jika dalam Qaul Jadid tdk ada yg bertentangan dgn penjelasan Qaul Qadim, maka Qaul Qadim inilah yg diamalkan (yaitu boleh membaca al-Qur'an di kuburan)" (al-Imta', al-Hafidz Ibnu Hajar, I/11).
Ibnu Hajar mengulas lebih kongkrit:
ِﻷَﻥَّ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥَ ﺃَﺷْﺮَﻑُ ﺍﻟﺬِّﻛْﺮِ ﻭَﺍﻟﺬِّﻛْﺮُ ﻳَﺤْﺘَﻤِﻞُ ﺑِﻪِ ﺑَﺮَﻛَﺔٌ ﻟِﻠْﻤَﻜَﺎﻥِ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻳَﻘَﻊُ ﻓِﻴْﻪِ ﻭَﺗَﻌُﻢُّ ﺗِﻠْﻚَ ﺍﻟْﺒَﺮَﻛَﺔُ ﺳُﻜَّﺎﻥَ ﺍﻟْﻤَﻜَﺎﻥِ ﻭَﺃَﺻْﻞُ ﺫَﻟِﻚَ ﻭَﺿْﻊُ ﺍﻟْﺠَﺮِﻳْﺪَﺗَﻴْﻦِ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻘَﺒْﺮِ ﺑِﻨَﺎﺀً ﻋَﻠَﻰ ﺃَﻥَّ ﻓَﺎﺋِﺪَﺗَﻬُﻤَﺎ ﺃَﻧَّﻬُﻤَﺎ ﻣَﺎ ﺩَﺍﻣَﺘَﺎ ﺭَﻃْﺒَﺘَﻴْﻦِ ﺗُﺴَﺒِّﺤَﺎﻥِ ﻓَﺘَﺤْﺼُﻞُ ﺍﻟْﺒَﺮَﻛَﺔُ ﺑِﺘَﺴْﺒِﻴْﺤِﻬِﻤَﺎ ﻟِﺼَﺎﺣِﺐِ ﺍﻟْﻘَﺒْﺮِ ... ﻭَﺇِﺫَﺍ ﺣَﺼَﻠَﺖِ ﺍﻟْﺒَﺮَﻛَﺔُ ﺑِﺘَﺴْﺒِﻴْﺢِ ﺍﻟْﺠَﻤَﺎﺩَﺍﺕِ ﻓَﺒِﺎﻟْﻘُﺮْﺁﻥِ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻫُﻮَ ﺃَﺷْﺮَﻑُ ﺍﻟﺬِّﻛْﺮِ ﻣِﻦَ ﺍْﻵﺩَﻣِﻲِّ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻫُﻮَ ﺃَﺷْﺮَﻑُ ﺍﻟْﺤَﻴَﻮَﺍﻥِ ﺃَﻭْﻟَﻰ ﺑِﺤُﺼُﻮْﻝِ ﺍﻟْﺒَﺮَﻛَﺔِ ﺑِﻘِﺮَﺍﺀَﺗِﻪِ ﻭَﻻَ ﺳِﻴَّﻤَﺎ ﺇِﻥْ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟْﻘَﺎﺭِﺉُ ﺭَﺟُﻼً ﺻَﺎﻟِﺤًﺎ ﻭَﺍﻟﻠﻪُ ﺃَﻋْﻠَﻢُ ( ﺍﻹﻣﺘﺎﻉ ﺑﺎﻷﺭﺑﻌﻴﻦ ﺍﻟﻤﺘﺒﺎﻳﻨﺔ ﺍﻟﺴﻤﺎﻉ ﻟﻠﺤﺎﻓﻆ ﺍﺑﻦ ﺣﺠﺮ 1 / 86 ).
"Sebab al-Qur'an adalah dzikir yg paling mulia, & dzikir mengandung berkah di tempat dibacakannya dzikir tersebut, yg kemudian berkahnya merata kepada para penghuninya (kuburan).
Dasar utamanya adalah penanaman dua tangkai pohon oleh Rasulullah SAW di atas kubur, dimana kedua pohon itu akan bertasbih selama masih basah & tasbihnya terdapat berkah bagi penghuni kubur.
Jika benda mati saja ada berkahnya, maka dgn al-Qur'an yg menjadi dzikir paling utama yg dibaca oleh makhluk yg paling mulia sudah pasti lebih utama, apalagi jika yg membaca adalah orang shaleh" (al-Hafidz Ibnu Hajar, al-Imta' I/86).
Kalaupun ada pernyataan dari Imam Syafi'i terkait tdk sampainya Pahala baca'an al-Qur'an yg dihadiahkan pada orang yg meninggal, maksudnya adalah jika dibaca & tdk dihadiahkan kepada orang yg meninggal atau tdk dibaca di hadapan mayatnya, maka jika dibaca lalu diniatkan agar Pahalanya diperuntukkan bagi orang yg meninggal atau dihadapan mayat, maka baca'an itu bisa sampai kepadanya (Ibnu Hajar al-Haitami dalam al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra II/27 & al-Dimyathi Syatha dalam I'anat al-Thalibin III/259).
Sedangkan hadits yg terkait menghadiahkan bacaan al-Qur'an telah dikutip oleh banyak para 'ulama,
Bahkan pendiri aliran Wahhabi, Muhammad bin Abdul Wahhab yg banyak diikuti oleh kelompok anti tahlil di Indonesia, juga mengutip riwayat hadits tersebut:
ﻭَﺃَﺧْﺮَﺝَ ﺃَﺑُﻮْ ﺍﻟْﻘَﺎﺳِﻢِ ﺳَﻌْﺪُ ﺑْﻦُ ﻋَﻠِﻲٍّ ﺍﻟﺰَّﻧْﺠَﺎﻧِﻲُّ ﻓِﻲ ﻓَﻮَﺍﺋِﺪِﻩِ ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ﻗَﺎﻝَ ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻣَﻦْ ﺩَﺧَﻞَ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﺑِﺮَ ﺛُﻢَّ ﻗَﺮَﺃَ ﻓَﺎﺗِﺤَﺔَ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏِ ﻭَﻗُﻞْ ﻫُﻮَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺃَﺣَﺪٌ ﻭَﺃَﻟْﻬَﺎﻛُﻢْ ﺍﻟﺘَّﻜَﺎﺛُﺮُ ﺛُﻢَّ ﻗَﺎﻝَ ﺇِﻧِّﻲ ﺟَﻌَﻠْﺖُ ﺛَﻮَﺍﺏَ ﻣَﺎ ﻗَﺮَﺃْﺕُ ﻣِﻦْ ﻛَﻼَﻣِﻚَ ِﻷَﻫْﻞِ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﺑِﺮِ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨَﺎﺕِ ﻛَﺎﻧُﻮْﺍ ﺷُﻔَﻌَﺎﺀَ ﻟَﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻭَﺃَﺧْﺮَﺝَ ﺻَﺎﺣِﺐُ ﺍﻟْﺨَﻼَّﻝِ ﺑِﺴَﻨَﺪِﻩِ ﻋَﻦْ ﺃَﻧَﺲٍ ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻗَﺎﻝَ ﻣَﻦْ ﺩَﺧَﻞَ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﺑِﺮَ ﻓَﻘَﺮَﺃَ ﺳُﻮْﺭَﺓَ ﻳﺲ ﺧَﻔَّﻒَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻢْ ﻭَﻛَﺎﻥَ ﻟَﻪُ ﺑِﻌَﺪَﺩِ ﻣَﻦْ ﻓِﻴْﻬَﺎ ﺣَﺴَﻨَﺎﺕٌ ( ﻋﻤﺪﺓ ﺍﻟﻘﺎﺭﻱ ﺷﺮﺡ ﺻﺤﻴﺢ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻟﺒﺪﺭ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺍﻟﻌﻴﻨﻲ 4 / 497 ﻭﺷﺮﺡ ﺍﻟﺼﺪﻭﺭ ﺑﺸﺮﺡ ﺣﺎﻝ ﺍﻟﻤﻮﺗﻰ ﻭﺍﻟﻘﺒﻮﺭ ﻟﻠﺤﺎﻓﻆ ﺟﻼﻝ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺍﻟﺴﻴﻮﻃﻲ 1 / 303 ﻭﻓﻲ ﺍﺣﻜﺎﻡ ﺗﻤﻨﻲ ﺍﻟﻤﻮﺕ ﻟﻤﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻮﻫﺎﺏ - ﻣﺆﺳﺲ ﺍﻟﻔﺮﻗﺔ ﺍﻟﻮﻫﺎﺑﻴﺔ - 75 ).
"Abu Qasim Sa'ad bin Ali al-Zanjani dalam kitab Fawaidnya meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa masuk ke kuburan kemudian membaca al-Fatihah, al-Ikhlas, al-Takatsur, lalu berdoa: Sesungguhnya saya jadikan baca'an saya dari firman-Mu untuk para ahli kubur, baik mu'minin & mu'minat, maka mereka akan menjadi pemberi syafa'at baginya di sisi Allah'.
Al-Khallal juga meriwayatkan sebuah hadits dari Anas bin Malik:
"Barangsiapa masuk ke kuburan, kemudian membaca Yasin, maka Allah akan meringankan kepada mereka pada hari itu & dia mendapatkan kebaikan² sesuai bilangan yg ada di kuburan tersebut". (Badruddin al-Aini dalam kitab Umdat al-Qari Syarah Sahih al-Bukhari IV/497, al-Hafidz al-Suyuthi dalam Syarh al-Shudur I/303 & Muhammad bin Abdul Wahhab –Pendiri aliran Wahhabi– dalam Ahkam Tamanni al-Maut 75).
Dan hadits dari Ali secara marfu':
ﻭَﺣَﺪِﻳْﺚُ ﻋَﻠِﻲٍّ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﻣَﺮْﻓُﻮْﻋًﺎ ﻣَﻦْ ﻣَﺮَّ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﺑِﺮِ ﻭَﻗَﺮَﺃَ ﻗُﻞْ ﻫُﻮَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺃَﺣَﺪٌ ﺃَﺣَﺪَ ﻋَﺸَﺮَ ﻣَﺮَّﺓً ﻭَﻭَﻫَﺐَ ﺍَﺟْﺮَﻩُ ﻟِﻼَﻣْﻮَﺍﺕِ ﺍُﻋْﻄِﻰَ ﻣِﻦَ ﺍْﻻَﺟْﺮِ ﺑِﻌَﺪَﺩِ ﺍْﻷَﻣْﻮَﺍﺕِ ﺭَﻭَﺍﻩُ ﺃَﺑُﻮْ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﺍﻟﺴَّﻤَﺮْﻗَﻨْﺪِﻱ ( ﺍﻟﺘﻔﺴﻴﺮ ﺍﻟﻤﻈﻬﺮﻯ 1 / 3733 ﻭﺷﺮﺡ ﺍﻟﺼﺪﻭﺭ ﺑﺸﺮﺡ ﺣﺎﻝ ﺍﻟﻤﻮﺗﻰ ﻭﺍﻟﻘﺒﻮﺭ ﻟﻠﺤﺎﻓﻆ ﺟﻼﻝ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺍﻟﺴﻴﻮﻃﻲ 1 / 303 ).
"Barangsiapa melewati kuburan kemudian membaca surat al-Ikhlas 11 kali & menghadiahkan Pahalanya kepada orang yg telah meninggal, maka ia mendapatkan Pahala sesuai bilangan orang yg meninggal. Diriwayatkan oleh Abu Muhammad al-Samarqandi". (Tafsir al-Mudzhiri I/3733 dan al-Hafidz al-Suyuthi dalam Syarh al-Shudur I/303).
Hal ini diperkuat oleh madzhab Imam Ahmad:
( ﻭَﺗُﺴْﺘَﺤَﺐُّ ﻗِﺮَﺍﺀَﺓٌ ﺑِﻤَﻘْﺒَﺮَﺓٍ ) ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﻤَﺮُّﻭْﺫِﻱُّ ﺳَﻤِﻌْﺖُ ﺃَﺣْﻤَﺪَ ﻳَﻘُﻮْﻝُ ﺇﺫَﺍ ﺩَﺧَﻠْﺘُﻢُ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﺑِﺮَ ﻓَﺎﻗْﺮَﺀُﻭْﺍ ﺑِﻔَﺎﺗِﺤَﺔِ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏِ ﻭَﺍﻟْﻤُﻌَﻮِّﺫَﺗَﻴْﻦِ ﻭَﻗُﻞْ ﻫُﻮَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺃَﺣَﺪٌ ﻭَﺍﺟْﻌَﻠُﻮْﺍ ﺛَﻮَﺍﺏَ ﺫَﻟِﻚَ ﺇﻟَﻰ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﺑِﺮِ ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻳَﺼِﻞُ ﺇﻟَﻴْﻬِﻢْ ﻭَﻛَﺎﻧَﺖْ ﻫَﻜَﺬَﺍ ﻋَﺎﺩَﺓُ ﺍْﻷَﻧْﺼَﺎﺭِ ﻓِﻲ ﺍﻟﺘَّﺮَﺩُّﺩِ ﺇﻟَﻰ ﻣَﻮْﺗَﺎﻫُﻢْ ﻳَﻘْﺮَﺀُﻭْﻥَ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥَ ( ﻣﻄﺎﻟﺐ ﺃﻭﻟﻲ ﺍﻟﻨﻬﻰ ﻟﻠﺮﺣﻴﺒﺎﻧﻲ ﺍﻟﺤﻨﺒﻠﻲ 5 / 9).
"(Dianjurkan membaca al-Qur'an di kuburan) Al-Marrudzi berkata: "Saya mendengar Imam Ahmad berkata: "Jika kalian masuk ke kuburan maka bacalah surat al-Fatihah, al-Falaq, al-Nas & al-Ikhlash. Jadikan Pahalanya untuk ahli kubur, maka akan sampai pada mereka. Seperti inilah tradisi sahabat Anshar dalam berlalu-lalang ke kuburan untuk membaca al-Qur'an" (Mathalib Uli al-Nuha 5/9).
Ibnu Taimiyah pun, yg menjadi panutan kelompok anti tahlil, juga memperbolehkan sedekah untuk mayat, khataman al-Quran & mengumpulkan orang lain untuk mendo'akannya:
ﺍﻟﺼَّﺤِﻴْﺢُ ﺃَﻧَّﻪُ ﻳَﻨْﺘَﻔِﻊُ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖُ ﺑِﺠَﻤِﻴْﻊِ ﺍﻟْﻌِﺒَﺎﺩَﺍﺕِ ﺍﻟْﺒَﺪَﻧِﻴَّﺔِ ﻣِﻦْ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓِ ﻭَﺍﻟﺼَّﻮْﻡِ ﻭَﺍﻟْﻘِﺮَﺍﺀَﺓِ ﻛَﻤَﺎ ﻳَﻨْﺘَﻔِﻊُ ﺑِﺎﻟْﻌِﺒَﺎﺩَﺍﺕِ ﺍﻟْﻤَﺎﻟِﻴَّﺔِ ﻣِﻦْ ﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺔِ ﻭَﺍﻟْﻌِﺘْﻖِ ﻭَﻧَﺤْﻮِﻫِﻤَﺎ ﺑِﺎﺗِّﻔَﺎﻕِ ﺍْﻷَﺋِﻤَّﺔِ ﻭَﻛَﻤَﺎ ﻟَﻮْ ﺩَﻋَﺎ ﻟَﻪُ ﻭَﺍﺳْﺘَﻐْﻔَﺮَ ﻟَﻪُ ﻭَﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺔُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﺃَﻓْﻀَﻞُ ﻣِﻦْ ﻋَﻤَﻞِ ﺧَﺘْﻤَﺔٍ ﻭَﺟَﻤْﻊِ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﻭَﻟَﻮْ ﺃَﻭْﺻَﻰ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖُ ﺃَﻥْ ﻳُﺼْﺮَﻑَ ﻣَﺎﻝٌ ﻓِﻲ ﻫَﺬِﻩِ ﺍﻟْﺨَﺘْﻤَﺔِ ﻭَﻗَﺼْﺪُﻩُ ﺍﻟﺘَّﻘَﺮُّﺏُ ﺇﻟَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻُﺮِﻑَ ﺇﻟَﻰ ﻣَﺤَﺎﻭِﻳْﺞَ ﻳَﻘْﺮَﺀُﻭْﻥَ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥَ ﻭَﺧَﺘْﻤَﺔٌ ﺃَﻭْ ﺃَﻛْﺜَﺮُ ﻭَﻫُﻮَ ﺃَﻓْﻀَﻞُ ﻣِﻦْ ﺟَﻤْﻊِ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ( ﺍﻟﻔﺘﺎﻭﻯ ﺍﻟﻜﺒﺮﻯ ﻻﺑﻦ ﺗﻴﻤﻴﺔ 5 / 363 ).
"Pendapat yg benar bahwa mayit mendapatkan manfa'at dgn semua ibadah fisik, seperti shalat, puasa & baca'an al-Qur'an, sebagaimana ibadah harta seperti sedekah, memerdekakan budak & sebagainya berdasarkan kesepakatan para Imam, & sebagaimana ia mendo'akannya atau meminta ampunan untuknya.
Sedekah untuk mayat lebih utama daripada mengkhatamkan al-Quran & mengumpulkan orang. Jika mayit berwasiat agar hartanya digunakan untuk khataman & tujuannya adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah, maka harta tersebut digunakan untuk kebutuhan membaca al-Qur'an dgn sekali khatam atau lebih dari satu kali.
Dan mengkhatamkan al-Qur'an ini lebuh utama daripada mengumpulkan orang lain" (al-Fatawa al-Kubra V/363).
Begitu pula Ibnu al-Qayyim, murid Ibnu Taimiyah, berkata:
ﻭَﺑِﺎﻟْﺠُﻤْﻠَﺔِ ﻓَﺄَﻓْﻀَﻞُ ﻣَﺎ ﻳُﻬْﺪَﻯ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﺍﻟْﻌِﺘْﻖُ ﻭَﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺔُ ﻭَﺍْﻻِﺳْﺘِﻐْﻔَﺎﺭُ ﻟَﻪُ ﻭَﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀُ ﻟَﻪُ ﻭَﺍﻟْﺤَﺞُّ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺃَﻣَّﺎ ﻗِﺮَﺍﺀَﺓُ ﺍْﻟﻘُﺮْﺁﻥِ ﻭَﺇِﻫْﺪَﺍﺅُﻫَﺎ ﻟَﻪُ ﺗَﻄَﻮُّﻋًﺎ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﺃُﺟْﺮَﺓٍ ﻓَﻬَﺬَﺍ ﻳَﺼِﻞُ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﻛَﻤَﺎ ﻳَﺼِﻞُ ﺛَﻮَﺍﺏُ ﺍﻟﺼَّﻮْﻡِ ﻭَﺍﻟْﺤَﺞِّ ( ﺍﻟﺮﻭﺡ ﻻﺑﻦ ﺍﻟﻘﻴﻢ 1 / 142 ).
"Secara global, sesuatu yg paling utama dihadiahkan kepada mayyit adalah sedeqah, istighfar, berdo'a untuk orang yg meninggal & berhaji atas nama dia. Adapun membaca Al Qur’an & menghadiahkan Pahalanya kepada si mayyit dgn suka rela tanpa imbalan, maka akan sampai kepadanya sebagaimana Pahala puasa & haji juga sampai kepadanya" (al-Ruh I/142).
Terkait dgn masalah menghadiahkan baca'an dzikir kepada ahli kubur, maka kesemuanya bisa sampai kepada mereka seperti yg diamalkan oleh warga NU dalam Tahlilan. Sebagaimana menurut al-Hafidz Ibnu Hajar:
ﻭَﺍﻟﺬِّﻛْﺮُ ﻳَﺤْﺘَﻤِﻞُ ﺑِﻪِ ﺑَﺮَﻛَﺔٌ ﻟِﻠْﻤَﻜَﺎﻥِ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻳَﻘَﻊُ ﻓِﻴْﻪِ ﻭَﺗَﻌُﻢُّ ﺗِﻠْﻚَ ﺍﻟْﺒَﺮَﻛَﺔُ ﺳُﻜَّﺎﻥَ ﺍﻟْﻤَﻜَﺎﻥِ ( ﺍﻹﻣﺘﺎﻉ ﺑﺎﻷﺭﺑﻌﻴﻦ ﺍﻟﻤﺘﺒﺎﻳﻨﺔ ﺍﻟﺴﻤﺎﻉ ﻟﻠﺤﺎﻓﻆ ﺍﺑﻦ ﺣﺠﺮ 1 / 86)
"Dan dzikir mengandung berkah di tempat dibacakannya dzikir tersebut, yg kemudian berkahnya merata kepada para penghuninya (kuburan)" (al-Hafidz Ibnu Hajar, al-Imta' I/86).
Amaliyah warga NU ini diperkuat oleh fatwa Ibnu Taimiyah mengenai kirim Pahala tahlil & dzikir lainnya:
( ﻭَﺳُﺌِﻞَ ) ﻋَﻤَّﻦْ ﻫَﻠَّﻞَ ﺳَﺒْﻌِﻴْﻦَ ﺃَﻟْﻒَ ﻣَﺮَّﺓٍ ﻭَﺃَﻫْﺪَﺍﻩُ ﻟِﻠْﻤَﻴِّﺖِ ﻳَﻜُﻮْﻥُ ﺑَﺮَﺍﺀَﺓً ﻟِﻠْﻤَﻴِّﺖِ ﻣِﻦْ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ ﺣَﺪِﻳْﺚٌ ﺻَﺤِﻴْﺢٌ ﺃَﻡْ ﻻَ ؟ ﻭَﺇِﺫَﺍ ﻫَﻠَّﻞَ ﺍْﻹِﻧْﺴَﺎﻥُ ﻭَﺃَﻫْﺪَﺍﻩُ ﺇﻟَﻰ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﻳَﺼِﻞُ ﺇﻟَﻴْﻪِ ﺛَﻮَﺍﺑُﻪُ ﺃَﻡْ ﻻَ ؟ ( ﻓَﺄَﺟَﺎﺏَ ) ﺇﺫَﺍ ﻫَﻠَّﻞَ ﺍْﻹِﻧْﺴَﺎﻥُ ﻫَﻜَﺬَﺍ ﺳَﺒْﻌُﻮْﻥَ ﺃَﻟْﻔًﺎ ﺃَﻭْ ﺃَﻗَﻞَّ ﺃَﻭْ ﺃَﻛْﺜَﺮَ ﻭَﺃُﻫْﺪِﻳَﺖْ ﺇﻟَﻴْﻪِ ﻧَﻔَﻌَﻪُ ﺍﻟﻠﻪُ ﺑِﺬَﻟِﻚَ ﻭَﻟَﻴْﺲَ ﻫَﺬَﺍ ﺣَﺪِﻳْﺜًﺎ ﺻَﺤِﻴْﺤًﺎ ﻭَﻻَ ﺿَﻌِﻴْﻔًﺎ ﻭَﺍﻟﻠﻪُ ﺃَﻋْﻠَﻢُ ( ﻣﺠﻤﻮﻉ ﺍﻟﻔﺘﺎﻭﻯ ﻻﺑﻦ ﺗﻴﻤﻴﺔ 24 / 165 ).
"Ibnu Taimiyah ditanya tentang seseorang yg membaca tahlil tujuh puluh ribu kali & dihadiahkan kepada mayit sebagai pembebas dari api neraka, apakah ini hadits sahih atau bukan? Ibnu Taimiyah menjawab: "Jika seseorang membaca tahlil sebanyak tujuh puluh ribu, atau kurang, atau lebih banyak, lalu dihadiahkan kepada mayit, maka Allah akan menyampaikannya. Hal ini bukan hadits sahih atau dhaif" (Majmu' al-Fatawa XXIV /165).
( ﻭَﺳُﺌِﻞَ ) ﻋَﻦْ ﻗِﺮَﺍﺀَﺓِ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﺗَﺼِﻞُ ﺇﻟَﻴْﻪِ ؟ ﻭَﺍﻟﺘَّﺴْﺒِﻴْﺢُ ﻭَﺍﻟﺘَّﺤْﻤِﻴْﺪُ ﻭَﺍﻟﺘَّﻬْﻠِﻴْﻞُ ﻭَﺍﻟﺘَّﻜْﺒِﻴْﺮُ ﺇﺫَﺍ ﺃَﻫْﺪَﺍﻩُ ﺇﻟَﻰ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﻳَﺼِﻞُ ﺇﻟَﻴْﻪِ ﺛَﻮَﺍﺑُﻬَﺎ ﺃَﻡْ ﻻَ ؟ ( ﻓَﺄَﺟَﺎﺏَ ) ﻳَﺼِﻞُ ﺇﻟَﻰ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﻗِﺮَﺍﺀَﺓُ ﺃَﻫْﻠِﻪِ ﻭَﺗَﺴْﺒِﻴْﺤُﻬُﻢْ ﻭَﺗَﻜْﺒِﻴْﺮُﻫُﻢْ ﻭَﺳَﺎﺋِﺮُ ﺫِﻛْﺮِﻫِﻢْ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﺇﺫَﺍ ﺃَﻫْﺪَﻭْﻩُ ﺇﻟَﻰ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﻭَﺻَﻞَ ﺇﻟَﻴْﻪِ ﻭَﺍﻟﻠﻪُ ﺃَﻋْﻠَﻢُ ( ﻣﺠﻤﻮﻉ ﺍﻟﻔﺘﺎﻭﻯ ﻻﺑﻦ ﺗﻴﻤﻴﺔ 24 / 165)
"Ibnu Taimiyah ditanya mengenai baca'an keluarga mayit yg terdiri dari tasbih, tahmid, tahlil & takbir, apabila mereka menghadiahkan kepada mayit apakah Pahalanya bisa sampai atau tidak? Ibnu Taimiyah menjawab: "Baca'an kelurga mayit bisa sampai, baik tasbihnya, takbirnya & semua dzikirnya, karena Allah Ta'ala. Apabila mereka menghadiahkan kepada mayit, maka akan sampai kepadanya" (Majmu' al-Fatawa XXIV /165)
Begitu pula fatwa mengirimkan Pahala baca'an al-Quran:
ﻭَﺭُﻭِﻱَ ﻋَﻦْ ﻃَﺎﺋِﻔَﺔٍ ﻣِﻦْ ﺍﻟﺴَّﻠَﻒِ ﻋِﻨْﺪَ ﻛُﻞِّ ﺧَﺘْﻤَﺔٍ ﺩَﻋْﻮَﺓٌ ﻣُﺠَﺎﺑَﺔٌ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺩَﻋَﺎ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞُ ﻋَﻘِﻴْﺐَ ﺍﻟْﺨَﺘْﻢِ ﻟِﻨَﻔْﺴِﻪِ ﻭَﻟِﻮَﺍﻟِﺪَﻳْﻪِ ﻭَﻟِﻤَﺸَﺎﻳِﺨِﻪِ ﻭَﻏَﻴْﺮِﻫِﻢْ ﻣِﻦْ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨَﺎﺕِ ﻛَﺎﻥَ ﻫَﺬَﺍ ﻣِﻦْ ﺍﻟْﺠِﻨْﺲِ ﺍﻟْﻤَﺸْﺮُﻭْﻉِ ﻭَﻛَﺬَﻟِﻚَ ﺩُﻋَﺎﺅُﻩُ ﻟَﻬُﻢْ ﻓِﻲ ﻗِﻴَﺎﻡِ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻭَﻏَﻴْﺮِ ﺫَﻟِﻚَ ﻣِﻦْ ﻣَﻮَﺍﻃِﻦِ ﺍْﻹِﺟَﺎﺑَﺔِ ﻭَﻗَﺪْ ﺻَﺢَّ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺃَﻧَّﻪُ ﺃَﻣَﺮَ ﺑِﺎﻟﺼَّﺪَﻗَﺔِ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﻭَﺃَﻣَﺮَ ﺃَﻥْ ﻳُﺼَﺎﻡَ ﻋَﻨْﻪُ ﺍﻟﺼَّﻮْﻡَ ﻓَﺎﻟﺼَّﺪَﻗَﺔُ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤَﻮْﺗَﻰ ﻣِﻦْ ﺍْﻷَﻋْﻤَﺎﻝِ ﺍﻟﺼَّﺎﻟِﺤَﺔِ ﻭَﻛَﺬَﻟِﻚَ ﻣَﺎ ﺟَﺎﺀَﺕْ ﺑِﻪِ ﺍﻟﺴُّﻨَّﺔُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺼَّﻮْﻡِ ﻋَﻨْﻬُﻢْ ﻭَﺑِﻬَﺬَﺍ ﻭَﻏَﻴْﺮِﻩِ ﺍِﺣْﺘَﺞَّ ﻣَﻦْ ﻗَﺎﻝَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ ﺇﻧَّﻪُ ﻳَﺠُﻮْﺯُ ﺇﻫْﺪَﺍﺀُ ﺛَﻮَﺍﺏِ ﺍﻟْﻌِﺒَﺎﺩَﺍﺕِ ﺍﻟْﻤَﺎﻟِﻴَّﺔِ ﻭَﺍﻟْﺒَﺪَﻧِﻴَّﺔِ ﺇﻟَﻰ ﻣَﻮْﺗَﻰ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﻛَﻤَﺎ ﻫُﻮَ ﻣَﺬْﻫَﺐُ ﺃَﺣْﻤَﺪ ﻭَﺃَﺑِﻲ ﺣَﻨِﻴْﻔَﺔَ ﻭَﻃَﺎﺋِﻔَﺔٍ ﻣِﻦْ ﺃَﺻْﺤَﺎﺏِ ﻣَﺎﻟِﻚٍ ﻭَﺍﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻲِّ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺃَﻫْﺪَﻯ ﻟِﻤَﻴِّﺖٍ ﺛَﻮَﺍﺏَ ﺻِﻴَﺎﻡٍ ﺃَﻭْ ﺻَﻼَﺓٍ ﺃَﻭْ ﻗِﺮَﺍﺀَﺓٍ ﺟَﺎﺯَ ﺫَﻟِﻚَ ( ﻣﺠﻤﻮﻉ ﺍﻟﻔﺘﺎﻭﻯ ﻻﺑﻦ ﺗﻴﻤﻴﺔ 24 / 322 )
"Dan diriwayatkan dari ulama salaf bahwa "Setiap khatam al-Quran terdapat do'a yg terkabul". Jika seseorang berdo'a setelah khatam al-Quran, baik untuk dirinya sendiri, kedua orang tuanya, para gurunya, & yg lain dari kalangan mu'minin mu'minat, maka do'a ini tergolong bagian dari do'a yg disyariatkan. Begitu pula do'a bagi mereka sa'at tengah malam, & tempat² istijabah lainnya. & sungguh telah sahih dari Nabi Muhammad SAW bahwa beliau memerintahkan sedekah untuk mayit & puasa untuknya. Bersedekah atas nama orang yg telah meninggal adalah bagian dari amal shaleh, begitu pula puasa. Dgn dalil ini, para ulama berhujjah bahwa boleh menghadiahkan Pahala ibadah yg bersifat harta atau fisik kepada umat Islam yg telah wafat, sebagaimana pendapat Ahmad, Abu Hanifah, segolongan dari Madzhab Malik & Syafi'i. maka jika menghadiahkan Pahala puasa, shalat & baca'an al-Qur'an kepada orang yg telah wafat, maka hukumnya boleh" (Majmu' al-Fatawa XXIV/322).
Bahkan menurut Imam Ahmad hal diatas adalah konsensus para ulama:
ﻗَﺎﻝَ ﺃَﺣْﻤَﺪُ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖُ ﻳَﺼِﻞُ ﺇﻟَﻴْﻪِ ﻛُﻞُّ ﺷَﻲْﺀٍ ﻣِﻦْ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻟِﻠﻨُّﺼُﻮْﺹِ ﺍﻟْﻮَﺍﺭِﺩَﺓِ ﻓِﻴْﻪِ ﻭَﻷَﻥَّ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﻳَﺠْﺘَﻤِﻌُﻮْﻥَ ﻓِﻲ ﻛُﻞِّ ﻣِﺼْﺮٍ ﻭَﻳَﻘْﺮَﺀُﻭْﻥَ ﻭَﻳَﻬْﺪُﻭْﻥَ ﻟِﻤَﻮْﺗَﺎﻫُﻢْ ﻣِﻦْ ﻏَﻴْﺮِ ﻧَﻜِﻴْﺮٍ ﻓَﻜَﺎﻥَ ﺇﺟْﻤَﺎﻋًﺎ ( ﻛﺸﺎﻑ ﺍﻟﻘﻨﺎﻉ ﻋﻦ ﻣﺘﻦ ﺍﻹﻗﻨﺎﻉ ﻟﻠﺒﻬﻮﺗﻲ ﺍﻟﺤﻨﺒﻠﻲ 4 / 431 ﻭﻣﻄﺎﻟﺐ ﺍﻭﻟﻲ ﺍﻟﻨﻬﻰ ﻟﻠﺮﺣﻴﺒﺎﻧﻲ ﺍﻟﺤﻨﺒﻠﻲ 5 / 10 )
"Imam Ahmad berkata: "Setiap kebaikan bisa sampai kepada mayit berdasarkan dalil al-Qur'an & hadits, & dikarenakan umat Islam berkumpul di setiap kota, mereka membaca al-Qur'an & menghadiahkan untuk orang yg telah meninggal diantara mereka, tanpa ada pengingkaran. Maka hal ini adalah ijma' 'ulama' (Kisyaf al-Qunna' IV/ 431 dan Mathalib Uli al-Nuha V/10)
Kesimpulannya, baca'an dzikir yg dihadiahkan kepada ahli kubur dapat sampai kepada mereka, sebagaimana dikatakan oleh al-Thabari:
ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﻤُﺤِﺐُّ ﺍﻟﻄَّﺒَﺮِﻱ ﻳَﺼِﻞُ ﻟِﻠْﻤَﻴِّﺖِ ﻛُﻞُّ ﻋِﺒَﺎﺩَﺓٍ ﺗُﻔْﻌَﻞُ ﻭَﺍﺟِﺒَﺔٍ ﺃَﻭْ ﻣَﻨْﺪُﻭْﺑَﺔٍ ﻭَﻓِﻲ ﺷَﺮْﺡِ ﺍﻟْﻤُﺨْﺘَﺎﺭِ ﻟِﻤُﺆَﻟِّﻔِﻪِ ﻣَﺬْﻫَﺐُ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟﺴُّﻨَّﺔِ ﺃَﻥَّ ﻟِﻼِﻧْﺴَﺎﻥِ ﺃَﻥْ ﻳَﺠْﻌَﻞَ ﺛَﻮَﺍﺏَ ﻋَﻤَﻠِﻪِ ﻭَﺻَﻼَﺗِﻪِ ﻟِﻐَﻴْﺮِﻩِ ﻭَﻳَﺼِﻠُﻪُ ﺍﻫـ ( ﺣﺎﺷﻴﺔ ﺇﻋﺎﻧﺔ ﺍﻟﻄﺎﻟﺒﻴﻦ 1 / 33 ).
"Semua ibadah yg dilakukan, baik ibadah wajib atau sunah, dapat sampai kepada orang yg telah wafat. & disebutkan dalam kitab Syarah al-Mukhtar bahwa dalam ajaran Aswaja hendaknya seseorang menjadikan Pahala amalnya & salatnya dihadiahkan kepada orang lain (yg telah wafat), & hal itu akan sampai kepadanya" (I'anat al-Thalibin I/33).
Kelompok anti tahlil yg kerap berdalil dgn Surat al-Najm: 38, untuk menolak menghadiahkan Pahala kepada ahli kubur, dibantah dgn sangat keras oleh pimpinan mereka sendiri, Ibnu Taimiyah, Ia berkata:
ﻭَﻣَﻦِ ﺍﺣْﺘَﺞَّ ﻋَﻠَﻰ ﺫَﻟِﻚَ ﺑِﻘَﻮْﻟِﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻭَﺃَﻥْ ﻟَﻴْﺲَ ﻟِﻺِﻧْﺴَﺎﻥِ ﺇِﻻَّ ﻣَﺎ ﺳَﻌَﻰ ﻓَﺤُﺠَّﺘُﻪُ ﺩَﺍﺣِﻀَﺔٌ ( ﺍَﻱْ ﺑَﺎﻃِﻠَﺔٌ ) ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻗَﺪْ ﺛَﺒَﺖَ ﺑِﺎﻟﻨَّﺺِّ ﻭَﺍْﻹِﺟْﻤَﺎﻉِ ﺃَﻧَّﻪُ ﻳَﻨْﺘَﻔِﻊُ ﺑِﺎﻟﺪُّﻋَﺎﺀِ ﻟَﻪُ ﻭَﺍْﻻِﺳْﺘِﻐْﻔَﺎﺭِ ﻭَﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺔِ ﻭَﺍﻟْﻌِﺘْﻖِ ﻭَﻏَﻴْﺮِ ﺫَﻟِﻚَ ( ﺍﻟﻤﺴﺎﺋﻞ ﻭﺍﻷﺟﻮﺑﺔ ﻻﺑﻦ ﺗﻴﻤﻴﺔ 1 / 132 ).
"Orang yg berhujjah tdk sampainya Pahala kepada orang yg telah wafat dgn firman Allah: "Dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yg telah diusahakannya" (al-Najm 39), maka hujjahnya salah fatal. Sebab telah dijelaskan dalam nash al-Quran-Hadits & Ijma Ulama bahwa mayit menerima manfaat dgn do'a kepadanya, memintakan ampunan, sedekah, memerdekakan budak & sebagainya" (al-Masail wa al-Ajwibah I/132).
والله أعلم
0 Komentar